Bruder Eligius Fenenteruma, OFM
- Florry Koban
- Tokoh Spiritual
- Hits: 3275
Pagi ini tanggal 1 Juli 2017, Jayapura di sambut hujan, tentunya ini adalah berkat yang berlimpah dari Sang Pencipta bagi umatnya, mencari tempat teduh, saya membuka leptop tanpa tujuan membuka foto-foto lama, tak sengaja saya mendapatkan foto Bruder Eligius Fenenteruma, OFM. Umat Katolik yang sudah lama hidup di Papua sangat mengenal sosok tersebut, orang yang sangat unik. Siapa saja yang pernah bertemu dengannya pasti punya cerita sendiri-sendiri. Saat saya masih bersekolah di SD YPPK St. Yusuf Wamena kelas 2 SD tahun 1990 an, setiap pagi saya melintasi Biara OFM menuju sekolah berjalan kaki, Bruder Eligius selalu sibuk memberikan saapaan “selamat pagi” di halam samping biara, salam yang beliau sampaikan ternyata kepada rumput-rumput, bunga-bunga, burung-burung yang terbang, dan semua makluk ciptaan yang bisa mendengar maupun tak bisa mendengar. Saya sering menertawakan tingkah laku beliau karena terkesan aneh, setelah saya besar baru saya sadar bahwa beliau ini mengikuti teladan St. Fransiskus Asisi. Beliau meninggal di RSDH, tahun dan tanggalnya saya lupa, ceritanya lengkap tentang sakit dan kepergiaan beliau bisa diceritakan oleh Sdr. Fransikus Nono Moi. Berjuta cerita tentang beliau juga bisa kita sharing dengan anggota religius Fransiskan Papua, juga dengan keluarga dekatnya Bapak Alloysius Navurbenan. Saya pernah berniat untuk menulis buku tentang beliau, tetapi saya kekurangan data, sehingga melalui dunia maya ini, saya berharap siapa saja yang mengenal beliau bisa mengutarakan apa saja tentang Bruder Eligius. Berikut ini tulisan menarik dari Seorang Mantan Fransiskan Cyprian Guntur dalam Facebooknya tanggal 10 Mei 2014. Selamat membaca dan merenungkan.

AMBIL SAJA SAUDARA, MUNGKIN ANDA LEBIH MEMBUTUHKANNYA
Oleh : Cyprian Guntur
Judul di atas terinspirasi dengan cara hidup seorang Fransiskan asal Papua, namanya Br. Eligius Fenenteruma, OFM [alamarhum]. Saudara Dina Fransiskan [OFM] yang telah kembali ke rumah Bapak ini memiliki cara hidup yang sangat unik, selain sangat sederhana, juga hampir tidak memiliki apa-apa. Beliau ini juga pernah berkeliling di Flores khususya tahun 80-an, teman dekat Pastor Flory Laoth dan Pater Pius Repat [keduanya OFM]. Salah satu kisah yang tetap menjadi inspirasi bagi saya saat ini adalah dialognya dengan seorang pencuri pada suatu malam.
Eli [sapaan akrab bruder Eligius Feneteruma, Ofm], hanya memiliki sebuah sepeda yang sangat bagus dan harganya cukup mahal yang diberi oleh seorang dermawan. Tentu saja Br Eli sangat menyangi motornya dan terus merawatnya. Dengan sepeda inilah Saudara ini menjalankan aktivitas hariannya, ke pasar untuk beli sayur, melayani sesamanya, dll. Pada malam hari sepeda ini selalu diparkir di garasi dan pagi harinya diambil lagi.
Pada suatu malam, terdengar bebunyian di sebuah garasi. Mendengar itu, bruder Eli langsung menuju garasi itu. Bruder Eli tahu bahwa ada orang yang berniat mencuri sepedanya. Melihat orang datang, sang pencuri hendak mengambil langkah seribu untuk lari. Namun dari kejauhan Eli menyahut : "Saudara... tunggu, jangan lari, aku Saudaramu Eli. Si pencuri antara takut dan bingung. Lalu dia tunggu sebentar. Betapa kagetnya sang pencuri karena Eli menyodorkan kunci garasi kepadanya sambil berkata : " Saudara... ini kunci garasinya, silahkan buka pintu garasi itu dan mengambil apa saja yang Anda mau". Pencuri itu tambah bingung dan campur takut, dan berpikir jangan-jangan ini sebuah jerat baginya. Namun bruder Eli terus memberikan semangat kepadanya untuk membuka garasi dan memilih barang jenis apa yang mau dia bawa [curi] dari garasi itu.
Akirnya pencuri itu memberanikan dirinya, menerima kunci itu dan membuka garasi. Sampai di dalam ada beberapa sepeda. Eli menawarkan sepedanya untuk dibawa oleh pencuri. Namun pencuri itu lebih memilih sepeda milik salah satu pastor Belanda bernama Floor Hogendoorm. Karena pencuri memilih sepeda itu, Eli membantu mengeluarkannya. Kemudian pencuri pergi dan membawa sepeda pastor Belanda itu. Kemudian Eli berpesan kepada pencuri itu : " hati-hati di jalan Saudara, jika masih membutuhkan sesuatu, dengan senang hati saya membantu Saudara". Pencuri itu menangguk saja dan pergi.
Keesokkan harinya terjadi kasak-kusuk di kamar makan biara. Tentu saja Pastor Hogendoorm si pemilik sepeda marah besar, karena sepedanya hilang dari garasi. Sementara itu Bruder Eli muncul di kamar makan dan bertanya : "Apa yang sedang saudara-saudaraku bahas di pagi ini?" Dengan suara sedikit meninggi Pastor Belanda itu berteriak : Hai Eli... tidak tahukah Anda bahwa saya kehilangan sepeda dari garasi? Lalu Eli menjelaskan demikian : " Saudaraku Hogendoorm, sepeda Anda tidak dicuri, tetapi dibawa oleh salah satu saudara yang lebih membutuhkannya.
Sentak para saudara yang sedang makan diam dan bingung. Lalu pastor yang merasa kehilangan itu bersuara : " Jadi, Saudara Eli tahu siapa yang mencuri sepeda saya???!!! Eli pun menjawab : " Benar saudara, malah saya yang beri kunci garasi kepadanya semalam". Mendengar jawaban itu, Pastor Belanda ini marah besar dan berpekik : " Apa maksud Saudara membirkan sepeda itu dicuri? Eli menjawab : " Saudara, sebenarnya saudara itu membawa sepeda saya, padahal saya sudah memberikannya, tetapi saudara itu lebih memilih sepedamu untuk dibawa pergi. Bukankah Saudara senang karena sebagian dari milikmu dibutuhkan Saudaramu yang lain? Mendengar penjelasan Eli semua para pastor dan frater yang sedang menikmati sarapan di pagi itu tambah bingung.
Aneh tapi nyata. Tiga hari berikutnya, sepeda pastor Belanda itu terpakir di depan pintu garasi. Setelah dicari tahu, ternyata pencuri yang membawa sepeda itu merasa diusik dengan munculnya bayangan bruder Eli saat dia mengendarai sepeda itu. Dari kejadian ini, orang-orang di biara akhirnya paham siapa bruder Eli itu. Ternyata dia adalah Fransiskan sejati yang betul-betul menghayati spiritualitas Fransiskan sebagaimana yang telah dijalani oleh pendiri mereka yaitu Fransiskus dari Assisi.
Saudara/saudariku, saya tidak bisa menjelaskan nilai apa yang bisa kita timba dari cara hidup Bruder Eli ini. Namun satu nilai yang pasti saya pejari adalah ketidak-melekatannya pada harta dunia ini. Semoga Saudaraku yang Fransiskan bisa membaca kisah ini, dan menyimaknya. Dariku untuk para sahabat dimanapun Anda berada. Selamat bermalam minggu. Mari kita terus berbagi untuk saling meneguhkan dan menguatkan.