Penulis menyebut misteri bukan karena kisah horor, namun setelah 20 tahun baru sang pengukir menceritakan apa arti ukiran-ukiran di Gedung Gereja Katolik Sang Penebus Sentani yang selama ini belum diketahui banyak orang. 

TUJUAN DOKUMENTASI 

Tulisan ini adalah bagian dari kegiatan Dokumentasi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Papua Bekerja sama dengan Team Dokumentasi Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan Duta Damai Papua dalam rangka memberikan dukungan kepada Pastor Paroki Sang Penebus Sentani yang bersedia memberi ruang kepada nilai-nilai inkulturasi budaya Papua atas rencana pembangunan gedung Gereja Katolik Sentani yang harus diperbesar karena jumlah umat Katolik yang semakin bertambah jumlahnya, mempertimbangkan gedung gereja yang lama tidak mampu lagi menampung umat. Saat kami mendokumentasikan lukisan dekoratif ini, tampilannya tidak seperti aslinya lagi, karena pada bulan Desember 2017, Ekterior gedung sempat dipugar untuk dijaga keasliannya, namun teknik pemugarannya bukan menggunakan teknik akrilik seperti yang dilakukan pengukir asli, sehingga warna dan ketelitiannya tidak seperti semula lagi, namun masih bisa menceritakan secara garis besar filosofi-filosi yang terkandung didalamnya. Sedangkan lukisan dekoratif dan ukiran di dalam interior gereja masih asli seperti 20 tahun lalu. Pastor Paroki rencana meneruskan nilai-nilai budaya Papua pada gedung gereja baru yang akan dibangun.

Cerita Singkat

Sekitar tahun 1996/1997/1998 di mana situasi Keamanan dan Politik Irian Jaya saat itu kurang kondusif Gedung Gereja Katolik Sang Penebus Sentani ini diperbesar setelah sebelumnya 20 tahun berdiri dan tidak cukup menampung jumlah umat Katolik yang semakin berkembang. Arsitek Alm. Bruder Henk Blom, OFM terlibat sebagai Leader Arsitek yang saat itu mengalami masa-masa padat menyelesaikan pembangunan Gereja di Stasi Waena dan pembangunan gedung Gereja Katolik di Abmisibil Pegunungan Bintang. Br. Henk Blom, OFM tidak bekerja sendiri, namun dalam pekerjaan arsitekturnya dibantu oleh asistennya Ir. Herry Purnomo. Sedangkan Seniman yang selalu bersama-samanya adalah Alm. Donatus Moiwend dan Aloysius Navurbernan, Seorang Haji bernama Haji Loobo bertindak sebagai kepala tukang untuk menterjemahkan desain-desain Br. Henk Blom, OFM dan Ir. Herry Purnomo. Aloysius Navurbenan seniman kelahiran Ubrub Kerom berdarah asli Bintuni Papua, diberikan ruang dan bidang khusus untuk menampilkan lukisan dekoratif  kultur sebagai wujud inkulturasi Budaya Papua dalam membangun harmonisasi kabar suka cita injil. 

Foto : Eksterior Gedung Gereja Lama Sentani ketika awal dibangun sebelum direnovasi tahun 1996. Foto ini diperoleh dari seorang Fotographer ternama yaitu : JOS DONKERS yang aktif mendokumentasikan karya-karya seniman Papua pada gedung-gedung Gereja Katolik Keuskupan Jayapura. Sayangnya kami belum mendapatkan caption kapan foto ini diambil.  

Foto : Uskup Pertama Keuskupan Jayapura, Mgr. Staverman Rudolf Yosef, OFM saat mengunjungi Umat Katolik di Sentani dan merayakan perayaan Ekaristi. Foto ini diambil dari dokumen Keuskupan Jayapura saat penulis diminta membantu menulis buku 50 Tahun Keuskupan Jayapura, namun sayangnya foto ini tidak memiliki caption (keterangan tahun) di album foto. Namun sebagai analisa bahwa, Mgr. Staverman, OFM mengakhiri masa tugasnya di Irian Jaya dan pulang ke Belanda pada tahun 1971 setelah itu digantikan oleh Uskup Heman, OFM. Apakah foto ini pada saat Mgr. Staverman, OFM sedang menjalankan tugasnya atau kah ketika Staverman sudah pulang ke Belanda dan mengadakan kunjungan ke Sentani, penulis belum mendapatkan data yang cocok. 

Foto : Setelah Gedung Gereja Setani Selesai direnovasi Oleh Alm. Br. Henk Blom, OFM. Sumber Dokumentasi Buku "catatan harian Henk Blom (Mijn Veerhal)

ALIRAN SENI

Dalam membuat karya-karya ukiran, seniman khususnya pengukir memisahkan dua metode mengukir, yaitu KULTUS dan KULTUR. Ukiran dengan Aliran Kultus sendiri adalah ukiran yang menjiwai upacara-upacara gaib yang tidak ada kaitan dengan Kitab Suci, sedangkan Aliran Kultur lebih mengarah kepada transformasi sesuai kebutuhan di mana ukiran itu mau ditampilkan, jika dipasang untuk gedung Gereja Katolik sering disebut dengan inkulturasi. Kali ini kami menyajikan dokumentasi kultur lukisan dekoratif di gedung Gereja Katolik Sang Penebus Sentani bersama-sama dengan seniman Aloysius Navurbenan yang karya-karyanya masih tampil dengan indah. 

tidak sekedar TEMPELAN, TETAPI PENJIWAAN

Aloysius Navurbenan diberikan ruang dan media oleh Arsitek Br. Henk Blom, OFM dan Ir. Herry Purnomo untuk membuat ilustrasi yang masuk ke dalam kultur Papua. Hal ini dilakukan melalui sebuah perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan  misteri iman Penjelmaan Sabda Allah menjadi manusia, rahasia "In-karnasi", yaitu Tuhan masuk ke dalam kemanusiaan kita.  Sehingga lukisan-lukisan Dekoratif  Papua bukan sebagai tempelan karena adanya bidang-bidang yang kosong, tetapi lebih dari pada itu adalah penjiwaan total. Kita dapat melihat sayap-sayap ornamen yang ada di gedung gereja Katolik Sentani sengaja dibuat untuk memberi ruang kepada simbol-simbol budaya Papua.  

makna LUKISAN DEKORATIF PADA EKSTERIOR GEDUNG GEREJA KATOLIK SANG PENEBUS SENTANI 

MAKNA LUKISAN DEKORATIF PADA INTERIOR GEDUNG GEREJA KATOLIK SANG PENEBUS SENTANI 

Fotographer : Bernard Koten, SKP KC Fransiskan Papua

Penulis Dokumentasi : Florry Koban, IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) Papua, Selama Studi Arsitek mengkaji bangunan-bangunan yang diarsiteki Alm. Br. Henk Blom, OFM, mendapat licenci IAI atas beberapa karya bangunan Monumental berkarakter Papua, Pernah berguru di Aloysius Navurbenan pada tahun 1998 s.d 2001 di Taman Budaya Expo Waena untuk mempelajari teknik mengukir motif sentani menggunakan Arkilik, pada tahun 2001 Florry Koban dan Aloysius Navurbenan bersama beberapa pelukis lainnya  mengadakan Pameran di LPKM St. Fransiskus Asisi
atas dukungan Pater Darmin Mbula OFM, untuk mendukung  pembangunan Seminari Menengah St. Fransiskus Asisi Waena.
Aloysius Navurbenan seorang Seniman Asli Papua yang pernah menempuh pendidikan Akademik :  mampu menceritakan Karya Tuhan di atas Tanah Papua melalui ukiran-ukirannya.
Pernah Menjadi Kepala UPT Taman Budaya, Mendirikan STSP  Jayapura yang sekarang menjadi ISBI Jayapura, dan pernah menjadi Kepala Bidang Kebudayaan Dinas P dan P Provisi Papua,
saat ini kembali menjadi dosen di ISBI, dan setiap hari mengembangkan karya-karya ukirnya di bengkel seni Waena.